Jumat, 23 Agustus 2019

ISU-ISU KRITIS MANAJEMEN ORGANISASI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

ISU-ISU KRITIS MANAJEMEN ORGANISASI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA


BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latarbelakang Masalah
Kemampuan manusia baik dari segi fisik, pengetahuan, waktu, dan perhatian itu sangat terbatas. Terbatasnya kemampuan manusia dalam melakukan pekerjaan mengharuskan manusia untuk membagi pekerjaan, tugas, dan tanggungjawab. Dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggungjawab, maka terbentuklah suatu kerjasama dan keterikatan formil dalam suatu organisasi.   Kata kunci di sini adalah manajemen dibutuhkan karena kita selalu berhadapan dengan tantangan berupa keterbatasan sumber daya. Tidak ada sumber daya yang berlebihan, lebih-lebih untuk kondisi penjas dan olahraga di Indonesia.
            Manajemen di sini memiliki fungsi utama untuk mengoptimalkan efisiensi, sekaligus efektivitas pembinaan. Kedua istilah ini terkait langsung dengan sasaran dan tujuan pembinaan. Sangat besar peluang bahwa pembinaan itu berlangsung dalam efisiensi amat rendah; jika bukan sebagai pemborosan.
            Fungsi manajemen juga terkait dengan kesehatan organisasi. Organisasi yang sehat, tercermin dari kultur dan produktivitasnya. Organisasi memiliki budaya yang menjadi pondasi perilaku, dan budaya itu berakar, antara pada sistem yang berlaku.
            Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan jasmani di sekolah atau lembaga lainnya yang relatif dikembangkan dalam skala kecil, masalah manajemennya memang tidak begitu kompleks. Makin besar organisasi, makin kompleks kelangsungan fungsi manajemennya. Konsep intinya adalah: (1) manajemen berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas program; (2) istilah manajemen dan administrasi diartikan sama, namun lebih disukai untuk menggunakan istilah manajemen; dan (3) manajemen merupakan sebuah proses yang melibatkan aspek perencanaan, pengorganisasian kepemimpinan, dan evaluasi.
            Makalah ini akan memuat beberapa bahasan mengenai isu-isu kritis manajemen organisasi pendidikan jasmani dan olahraga  terutama berkaitan dengan bagaimana manajemen organisasi dilakukan secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pendidikan jasmani dan olahraga.

2.    Rumusan Masalah
a      Bagaimana konsep dasar pendidikan jasmani dan olahraga?
b     Bagaimana perencanaan olahraga di lembaga pendidikan?
c      Bagaimana isu-isu kritis manajemen pendidikan jasmani olahraga dan rekreasi?
d     Bagaimana strategi implementasi peran?
3.    Tujuan Makalah
a.    Untuk mengetahui konsep dasar pendidikan jasmani dan olahraga.
b.    Untuk mengetahui perencanaan olahraga di lembaga pendidikan
c.     Untuk mengetahui isu-isu kritis manajemen pendidikan jasmani olahraga dan rekreasi.
d.    Untuk mengetahui strategi implementasi peran.














BAB II
PEMBAHASAN

A.   KONSEP PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
1.    Pengertian
Secara umum pendidikan jasmani dan olahraga dapat didefinisikan sebagai berikut. Pendidikan jasmani dan olahraga (Penjasor) adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari pengertian ini, mengukuhkan bahwa Pendidikan jasmani dan olaraga merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
Secara umum pendidikan jasmani dan olahraga dapat didefinisikan sebagai berikut; pendidikan jasmani dan olahraga adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan (Agus Mahendra, 2004). Definisi tersebut, sekali lagi mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan bagian yang tak dapatdipisahkan dari tujuan pendidikan umum.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia.
Pendidikan jasmani dan olahraga harus menyebabkan Perbaikan dalam pikiran dan tubuh yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seharian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk Pula penekanan pada ketiga domain kependidikan, yakni; psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, pendidikan jasmani dilstilahkan sebagai proses menciptakan "tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa". Artinya dalam tubuh yang baik diharapkan Pula terdapat jiwa yang kuat, sejalan dengan pepatah Romawi Kuno, "men sang in corporesano"
2.    Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani
a)     Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya
b)     Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya
c)      Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya
d)     Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya
e)     Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya
f)       Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung
g)     Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

B.   PERENCANAAN OLAHRAGA DI LEMBAGA PENDIDIKAN
Olahraga pendidikan harus dilakukan dengan mudah baik oleh siswa maupun oleh guru olahraga itu sendiri. Perencanaan ini penting, sehingga cabang olahraga yang dipilih dapat dilaksanakan oleh banyak siswa. Beberapa hal penting dalam perencanan olahraga pendidikan di lingkungan sekolah adalah:
1)     Pilih  cabang  olahraga  yang  dikenal  dan  digemari  masyarakat  sekolah. Guru  olahraga  pelu  mengantarkan  teknik  dan  strategi  yang  ada  pada cabang olahraga tersebut, dan untuk keperluan itu guru harus mengetahui teknik dan karakteristik cabang olahraga yang akan diajarkannya kepada siswa. Memilih cabang olahraga yang dikenal juga akan membantu guru mudah mengajarkan peran siswa sebagai wasit, pencatat skor, dan administratur pertandingan olahraga.
2)     Berikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat dalam olahraga. Jika pengajaran olahraga saat ini banyak mengarah pada format pengajaran yang terpusat pada guru, maka guru olahraga harus berpindah pada format pengajaran yang terpusat pada siswa. Namun dapat juga digunakan format terpusat  guru-siswa,  dengan  membagi  kesempatan  yang  sama  dalam proses belajar-mengajar. Butir ini juga berarti sekolah dan instansi terkait harus   menyediakan  sarana,  prasarana,  dan  peralatan     pembelajaran olahraga pendidikan yang memudahkan terjadinya interaksi antara guru dan siswa secara efktif.
3)     Mengenali dan menyiapkan materi yang dibutuhkan. Guru olahraga perlu mengetahui semua materi yang dibutuhkan. Hal ini termasuk menyusun jadwal pelatihan, lembar scoring-sheet, lembar analisis statistik, dan system penghargaan   kepada   siswa   berprestasi.   Guru   olahraga   yang   baik menyiapkan materi berbentuk: a) Syarat tanggung jawab seorang pelatih olahraga; b) Jadwal pertandingan; c) Tugas wasit dan pencatat skor; d) Format petugas wasit dan pencatat skor pertandingan olahraga; e) Informasi keterampilan dan strategi pertandingan olahraga; f) Sistem keselamatan tertentu dalam pertandingan olahraga; g) Sistem penghargaan tertentu bagi siswa berprestasi; h) Menyusun  musim  pertandingan.  Dapatkan  siswa  membentuk tim olahraganya sendiri dengan gaya dan kaos tim yang disukainya. Guru olahraga juga perlu  menyusun musim-musim  pertandingan  olahraga dan mempublikasikannya kepada para siswa melalui papan informasi sekolah, sehingga para siswa dapat melihat dan membacanya. Selain itu juga guru olahraga perlu memperhatikan kaidah-kaidah pertandingan olahraga, seperti: upaya-upaya pengembangan sikap fair-play, tanggungjawab, kerjasama, dan nilai-nilai pertandingan lainnya.

C.    MANAJEMEN DAN ORGANISASI OLAHRAGA
1)  Manajemen Olahraga
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola atau mengatur. Defenisi manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organiasi lainnya untuk mencapai tujuan (Bucher&Krotee,1993:4).
Manajemen olahraga adalah suatu kombinasi keterampilan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, penganggaran, dan evaluasi dalam kontek suatu organisasi yang memiliki produk utama berkaitan dengan olahraga (Janet Park,1998:4). Pengkombinasian tersebut perlu SDM yang terlibat dalam organisasi, bersatu dalam sebuah sistem bahu membahu bekerja untuk mencapai tujuan.
Manajemen pada organisasi olahraga adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pimpinan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengontrolan, dan penganggaran untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Manajer adalah salah satu orang yang utama dalam organisasi olahraga karena harus mampu merencanakan, mengambil keputusan, melakukan koordinasi serta memotivasi produktivitas karyawan dan hubungan antar pengurus, memahami dan mengerti fungsi-fungsi manajemen.

2)  Fungsi-fungsi manajemen olahraga
a)     Perencanaan
Merupakan tindakan teratur dengan didasari pemikiran yang cermat sebelum melakukan usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan ini terdiri dari 5W+1H, yaitu: (1) What (apa yang akan dikerjakan /materi apa); (2) why (mengapa pekerjaan itu dilaksanakan/dasar pertimbangan); (3) who (siapa yang mengerjakan/pelaksana); (4) how (bagaimana mengerjakannya/tata kerja); (5) where (dimana akan dikerjakan); (6) when (kapan waktunya).
b)     Pengorganisasian
Merupakan proses aktivitas kerjasama antar fungsi dalam manajemen untuk mencapai tujuan. Aktivitas ini berusaha menghubungkan orang-orang dan job deskripsinya agar tidak ada ketumpang tindihan
c)      Penentuan keputusan
Merupakan aktivitas mengahkiri pertentangan mengenai sesuatu hal atau pemilihan terhadap macam-macam alternatif selama kerja sama berlangsung
d)     Pembimbingan/directing
Merupakan aktivitas memberikan petunjuk atau perintah untuk mempengaruhi dan mengerahkan anggota dalam kerjasama
e)     Pengendalian
Merupakan aktivitas yang berusaha agar kerjasama itu dapat berhasil sesuai dengan rencana, perintah, petunjuk serta ketentuan-ketentuan lain yang telah ditetapkan dengan mengawasi, memerikasa dan mencocokan segala sesuatu, apakah sudah berjalan dengan baik dalam usaha pencapaian tujuan bersama.
f)       Evaluasi
Merupakan aktivitas yang berusaha memperbaiki dan menyempurnakan segala segi dalam usaha kerjasama. Aktivitas itu terutama ditujukan kepada struktur organisasi dan metode kerjasama.
3)  Organisasi Olahraga
a      Dasar-dasar Manajemen Struktur Organisasi
Beberapa asas paling penting meliputi struktur manajemen dari suatu organisasi seharusnya menjelaskan kebijakkan dan tanggung jawab masing-masing delegasi. Agar tujuan-tujuan dari organisasi dapat bertemu secara efisien dan sukses, dan jelas pembagiannya untuk menghindari kebijakan yang bersamaan (kebijakkan yang sama).
Manajemen yang sukses tergantung pada komunikasi. Komunikasi sangat penting untuk manajemen yang efektif karena ini membantu menghindari duplikasi dan hal yang tidak perlu antara pengurus dan stafnya.
Untuk mencapai tujuan organisasi harus menampilkan banyak perbedaan tugas yang mengenalkan kemampuan dari berbagai macam spesialis area. Kebijakkan harus sepadan dengan tanggung jawab, dan garis kebijakkan harus jelas tergambar. Suatu grafik bagan organisasi adalah digunakan untuk mengilustrasikan garis kebijakkan. Garis ini harus menjadi jelas dan tidak menimbulkan kerancuan.
D.   ISU-ISU KRITIS MANAJEMEN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN REKREASI
Pendidikan di Indonesia pada saat sekarang ini sudah termasuk kadalam kategori krisis kepercayaan, hal ini terlihat dari permasalahan-permasalahan yang terjadi beberapa waktu lalu adanya orang tua murid datang ke sekolah kemudian melakukan pemukulan terhadap oknum guru, terlepas dari permasalahan apa yang terjadi disekolah sehingga siswa harus pulang kerumah kemudian mengadu kepada orang tua itu adalah bentuk kegagalan sekolah dalam melaksanakan manajemen yang ada disekolah, seharusnya setiap permasalahan yang ada disekolah tidak dibawa pulang dan bisa diselesaikan disekolah kecuali tindakan yang termasuk pidana.
Lebih spesifik lagi kita lihat pada pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dan rekreasi ada beberapa isu-isu mengenai kegagalan dalam menerapkan manajemen pendidikan diantaranya berkaitan dengan guru, pengelolaan pendidikan, mutu pendidikan.

1.     Guru Penjas di sekolah


Kebanyakan orang (personil yang ada di sekolah) sudah salah faham mengenai konsep Pendidikan Jasmani. sehingga guru penjas yang faham pun ikut-ikutan dan menjalankan pembelajaran penjas seperti "gitu-gitu aja". mungkin kata kasarnya "Cari Aman" sehingga pendidikan jasmani pun kurang tercapai tujuannya dan kurang terlihat dampaknya/berkiprah bagi pendidikan di sekolah.
Kebanyakan guru penjas di sekolah-sekolah sulit untuk memberikan materi dikarenakan sarana dan prasarana kebanyakan sekolah yang ada di Indonesia kurang mendukung untuk pembelajaran penjas, sehingga guru penjas harus memodifikasi peralatan yang ada untuk dijadikan pembelajaran, Guru penjas merasa bingung dikarenakan banyak keluhan dari guru-guru lain mengenai pelajaran penjas di sekolah, karena siswa kalau sudah belajar pelajaran penjas kebanyakan siswa ngantuk, bau badan, serta tidak bergairah untuk belajar lagi.
Guru penjas bingung dikarenakan kalo ada kejuaraan/kompetisi olahraga, kepala sekolah selalu membebankan tugas itu kepada guru penjas, padahal tugas guru penjas hanya mendidik siswa ketika di sekolah bukan untuk melatih olahraga.
Citra guru penjas sudah tercemar dikarenakan banyak kejadian bahwa guru penjas itu suka mencari uang/berbisnis pada proses pembelajaran materi. Misalkan dengan memungut biaya yang tidak rasional kepada siswa ketika renang atau yang lainnya, padahal tidak semua guru penjas melakukan perbuatan itu.
Guru penjas sering dilecehkan mengenai pembelajarannya oleh guru lain ataupun pihak lain dikarenakan cara mengajarnya cukup mudah sekali, istilah kerennya tinggal pegang peluit lalu duduk santai sambil mengawasi. Padahal makna yang sebenarnya mengenai pendidikan jasmani itu sangat luas dan rumit tidak sebatas permainan olahraga saja, tetapi mencakup seluruh kehidupan siswa/orang dalam melakukan kegiatan sehari-harinya.
Kebanyakan guru penjas sangat kurang sekali kemampuannya dalam hal menganalisis data statistik, menyusun Standar kompetennsi,  kompetensi dasar, dan lain sebagainya. Dikarenakan guru penjas dulu sangat kurang sekali pemahamannya. Tapi tidak sedikit guru penjas sekarang yang mahir dalam hal itu

 

2.     Isu Program Kurikulum Pendidikan Jasmani di SD

 Isu ini dapat ditinjau dari materi pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan oleh guru. Guru sering memaksakan anak untuk melakukan aktivitas fisik, yang tugas geraknya terlalu berat tidak sesuai dengan kemampuan fisiknya. Perilaku guru semacam ini, melanggar prinsip developmentally appropriate practice (DAP).   Keadaan ini diperparah lagi oleh paham dan keyakinan guru yang berpegang teguh bahwa penguasaan keterampilan olahraga merupakan tujuan utama dari pendidikan jasmani.

3.     Isu Proses Pembelajaran Terpusat Pada Guru

Perihal ini memiliki beberapa kelemahan, yakni (a) kurangnya pengembangan dan variasi aktivitas belajar secara holistik, (b) kurangnya pemahaman dampak kebugaran jasmani dan gaya hidup sehat, (c) kurangnya pengalaman guru mengintegrasikan aktivitas pendidikan jasmani dengan bidang lainnya, (d) kurangnya pengembangan aspek afektif sehingga tidak mampu mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama, dan kesenangan anak terhadap pendidikan jasmani. (e) kurangnya pemberian bantuan kepada anak agar mengerti emosi yang dirasakannya pada waktu melakukan aktivitas pendidikan jasmani, (f) kurangnya kemampuan guru dalam melaksanakan tugas ajar terlalu sukar yang menyebabkan mereka bosan, atau frustrasi, (g) kurangnya jumlah waktu aktif belajar. 

4.     Isu Ketidak Berhasilan Kurikulum Pendidikan Jasmani 


Idealnya keberhasilan kurikulum pendidikan jasmani dapat ditinjau dari terdidiknya seseorang melalui aktivitas jasmani yang disebut dengan istilah physically educated person (PEP). Istilah ini merujuk kepada standar National Association for Sport and Physical Education (NASPE).    Menurut NASPE (1992); dalam Adang Suherman (2008:11) di Amerika Serikat karakteristik PEP dimaksud adalah : (a) memiliki beberapa keterampilan melakukan aktivitas fisik. (b) memiliki kebugaran jasmani yang baik, (c) dapat berpartisipasi secara teratur melakukan aktivitas jasmani, (d) mengetahui akibat dan manfaat dari aktivitas jasmani, dan (e) dapat memahami melakukan aktivitas jasmani menjadi hidup sehat. 

5.     Isu Kondisi Pendidikan Jasmani Saat Ini


Pendidikan jasmani saat ini terbilang menyedihkan dan bahkan sering dilecehkan. Hal ini diungkapkan Balitbang Diknas (2008:10) yang menyatakan  menjelang ujian akhir di beberapa sekolah, pendidikan jasmani sering tidak dilaksanakan dengan alasan agar para anak tidak terganggu’.  Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Aip Syarifuddin (2002) dalam Balitbang Diknas, (2008:9) yaitu ‘kualitas guru pendidikan jasmani di beberapa sekolah pada umumnya kurang memadai, mereka kurang mampu melaksanakan tugasnya secara professional’.  Kondisi saat ini menunjukkan banyak guru,  ketika membuka pelajaran, menyuruh anak hanya senam dan lari sebagai bentuk pemanasan.  Kemudian teknik dasar yang diberikan dalam suasana tegang, karena guru pendidikan jasmani dianalogikan sebagai penegak kedisiplinan dan kekerasan di sekolah.  Terkadang anak disuruh melakukan bermain, sementara dia duduk di bawah pohon sambil memegang peluit.  Peristiwa ini telah berlangsung dari waktu ke waktu sehingga tidak terpikir olehnya untuk menciptakan strategi pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan

E.    STRATEGI IMPLEMENTASI PERAN
Pendidikan olahraga merupakan salah alat untuk menumbuhkembangkan potensi peserta didik secara optimal, baik pengembangan aspek jasmni maupun aspek rohani sehingga diharapkan akan melahirkan generasi yang dapat diandalkan. Untuk mencapai tujuan tersebut kiranya ada beberapa pihak terkait yang mesti kita optimalkan, diantaranya:

1)    Peran Pemerintah
Pemerintah daerah sebagai salah satu pengelola pendidikan sudah barang tentu memegang peranan yang sangat kursial dalam menetapkan suatu kebijakan, baik yang berkaitan dengan proses pendidikan secara umum maupun pendidikan olahraga secara khusus. Dalam menetapkan suatu kebijakan tersebut diharapkan Pemerintah Daerah mampu untuk memberdayakan para personil yang duduk di jajaran pengelola pendidikan   secara   optimal,   baik   yang   berhubungan   dengan   perumusan   suatu kurikulum maupun pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Unit kerja atau personil yang ada pada jajaran pengelola pendidikan diharapkan dapat menjadi patner kerja yang kondusif bagi para pelaksana kebijakan (guru) guna mewujudkan program-program yang sudah tersusun dengan baik. Apalah artinya program yang sudah tersusun dengan baik  kalau hanya berkisar pada tataran teoritis yang tidak diaplikasikan secara optimal. Dengan adanya pemberdayaan para personil pengelola pendidikan itu diharapkan mampu untuk merefleksikan kegiatan olahraga pendidikan secara sinergis sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam merumuskan kurikulum yang akan dipakai di sekolah haruslah berdasarkan  pada  kebutuhan  peserta  didik  (Hilda Taba; 1985). Tanpa  adanya kesesuaian sulit kiranya kurikulum yang sudah tersusun dengan baik dapat diimplementasikan secara optimal. Oleh karena itu dalam merumuskan kurikulum itu sebaiknya melibatkan berbagai komponen yang terkait dengan perumusan kurikulum, mulai dari komponen masyarakat, guru, pengusaha, ilmuan dan penentu kebijakan pada tingkat daerah agar kurikulum yang dihasilkan mampu mengakomodir berbagai kebutuhan pada berbagai jenjang.
Walaupun hal ini kedengarannya sangat klasik dan sudah sering dikemukakan oleh para pakar, namun kiranya tidak salah kalau penulis mengumandangkan kembali bahwa peningkatan sarana dan prasarana merupakan hal tidak boleh diabaikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan olahraga secara khusus karena sarana dan prasarana merupakan aspek yang paling penting untuk merealisasikan program yang telah direncanakan
2)    Sekolah
Sekolah sebagai laboratorium lembaga pendidikan secara umum (IPA, IPS, dan Bahasa) dan pendidikan olahraga secara khusus diharapkan mampu untuk menterjemahkan program-program yang sudah disusun oleh para aparatur pengelola pendidikan sehingga ada hubungan yang sinergis antara kebijakan pemerintah daerah dengan pelaksanaan kegiatan pendidikan olahraga di sekolah. Misalnya, sekolah harus mengusahakan menyediakan ruang gerak yang memadai agar aspek jasmani peserta didik dapat berkembang secara optimal. Dengan ruang gerak yang memadai diharapkan peserta didik mampu untuk merefleksikan kemampuan geraknya secara optimal. Hal lain yang mesti dilakukan oleh pihak sekolah yaitu meningkatan kegiatan ekstra kurikuler, karena kegiatan olahraga pada jam pelajaran dilaksanakan secara umum sehingga bakat peserta didik pada cabang olahraga tertentu tidak dapat berkembang secara optimal, apalagi alokasi waktu yang tersedia kurang memadai. Dengan hanya 2 x 40 menit dalam satu minggu sudah barang tentu tidak mampu untuk mengakomodasi minat dan bakat yang dimiliki oleh setiap siswa. Dengan ekstra kurikuler diharapkan dapat dijadikan sebagai wahana yang paling tepat untuk mengembangkan minat dan bakat peserta didik terhadap cabang olahraga yang digelutinya.
Namun  demikian,  dalam  meningkatkan  kegiatan  ekstra  kurikuler  tersebut harus dilengkapi dengan pengadaan pelatih atau pembina cabang olahraga yang diekstrakurikulerkan karena tanpa adanya bimbingan dan arahan dari pelatih atau pembina  sulit  kiranya  dapat  mengembangkan  potensi  yang  dimiliki  peserta  didik secara optimal. Oleh karena itu pengadaan pelatih atau pembina cabang olahraga yang diekstrakurikulerkan harus segera direalisasikan oleh pihak sekolah agar tujuan dari ekstrakurikuler dapt tercapai dengan optimal.
Selain itu harus ada kerjasama yang yang kondusif antara personil yang ada di lingkungan  sekolah  sehingga  personil  satu  dengan  yang  lainnya  dapat  saling membantu dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di sekolah. Kepala Sekolah sebagai pemimpin pada tingkat sekolah diharapkan tidak memposisikan diri sebagai pemimpin yang otoriter yang dengan sewenang-wenang dapat memerintah guru. Tetapi harusnya Kepala Sekolah memposisikan diri sebagai patner  kerja  yang  dapat  saling  membantu  dalam  menyelesaikan  permasalahan sehingga  dapat  membantu  guru  untuk  mengembangkan  potensi  yang  dimilikinya secara optimal,  seperti memberikan  perijinan melanjuntukan  studi  ataupun  perijinan untuk mengikuti berbagai penataran yang relevan dengan kebutuhan guru.

3)    Lembaga Pendidikan (Fakultas Ilmu Keolahragaan)
Profesi guru sejak dulu hingga sekarang masih hangat dibicarakan orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun para pakar lainnya. Bahkan hampir setiap media massa mengupas atau memuat berita tentang eksistensi guru. Dari berbagai pemberitaan yang ada kecenderungannya banyak yang melecehkan posisi guru, baik yang bersifat menyangkut kedinasan maupun persoalan pribadi, ironisnya guru sendiri nyaris tak mampu untuk melakukan pembelaan diri.
Banyak kalangan yang mengkambinghitamkan guru tatkala prestasi peserta didik turun secara dariastis, ada yang bilang gurunya kurang berkulitas, kurang berkompeten dan cercaan lainnya yang menggiring guru pada posisi yang kurang mengenakan. Kondisi  seperti  terjadi  pada  berbagai  disiplin  ilmu,  termasuk  di dalamnya disiplin ilmu olahraga.
Namun demikian, sikap dan prilaku berbagai kalangan tidak bisa ditolelir dan memang bukan tanpa alasan karena memang masih ada oknum guru yang masih melanggar etika atau koridor akademik  yang  mestii dilalui. Anehnya sedikit saja kesalahan yang dilakukan oleh guru mengundang reaksi yang begitu dahsyat dari berbagai kalangan masyarakat. Mungkin hal ini menunjukkan bahwa guru itu memang seyogianya menjadi panutan berbagai kalangan masyarakat. Lebih dari sekedar panutan, hal ini memberikan sinyalemen bahwa keberadaan guru tidak bias digantikan sekalipun dengan peralatan yang sangat mutakhir. Sebab fungsi dan tugas guru itu tidak hanya sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih dari itu pembinaan mental dan ahlak pun menjadi prioritas utama yang harus dilakukan oleh seorang guru (Uzer Usman: 1999).
Hanya saja permasalahan yang dihadapi sekarang ini, sebatas manakah pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mulia namun terasa memberatkan ini, sebab pada kenyataannya masyarakat lebih mengakui bahwa profesi dokter dianggap paling tinggi. Padahal kalau kita tinjau dari segi pendidikan yang telah diimiliki, guru pun banyak yang meiliki kualifikasi pendidikan yang tinggi bahkan ada yang lebih tinggi dari pendidikan seorang dokter (Uzer Usman: 1999).
Terlepas dari pandangan di atas, kita akui bahwa profesi guru lebih mudah tercemar dibandingkan dengan profesi yang lainnya  dalam arti masih banyak orang yang tidak  menempuh  jenjang  kependidikan  keguruan  memaksakan  diri  untuk menjadi seorang guru hanya karena memiliki pengetahuan tentang apa yang akan diajarkannya.
Dari ilustrasi di atas, sudah saatnya FIK sebagai salah satu lembaga yang menghasilkan  calon-calon  guru  penjas  patut  didukung  oleh  berbagai  pihak  yang terkait agar dalam menghasilkan calon guru penjas yang mampu menjawab berbagai permasalahan di lapangan. Salah satu diantaranya pemerintah daerah melalui dinas pendidikan harus menjadi patner kerja yang dapat memberikan gambaran tentang profil guru penjas yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga FIK sebagai lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru penjas mampu mensintesa hal-hal apa saja yang harus diprogramkan dalam pelaksanaan perkuliahan.
Selain itu juga FIK sebagai lembaga pendidikan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan olahraga diharapkan sering menyelengarakan kegiatan lokakarya atau seminar yang berhubungan dengan perkembangan dunia pendidikan olahraga supaya para guru penjas dapt mengikuti perkembangan dunia pendidikan olahraga sebagai bekal untuk melaksanakan tugasnya sebagai guru penjas.

4)    Guru
Namun menurut hemat penulis, segala upaya yang telah dilakukan tidak akan berdampak positif pada perkembangan dunia pendidikan olahraga tanpa adanya komitmen  yang  baik  dari  guru  itu  sendiri  sebagai pelaksana  di lapangan, sebab pengembangan kompetensi yang dimiliki oleh guru merupakan tanggung jawab guru secara pribadi, adapun elemen yang telah diuraikan hanyalah sebagai fasiltator guna membantu guru dalam meningkatkan profesinya. Oleh karena itu guru harus lebih proaktif dan peka terhadap berbagai perubahan yang terjadii dalam dunia pendidikan.
Mengenai konsep penjas yang sudah melenceng sedikit tetapi dampaknya sangat fatal karena tergelincirnya pemahaman konsep itu bisa menimbulkan dampak yang sangat berarti. Dalam hal ini khususnya pemahaman kebanyakan orang mengenai konsep Pendidikan Jasmani ini sudah meluas sekali. Untuk meluruskan konsep menganai penjas maka kita semua selaku pelaku/pihak-pihak yang terkait mengenai penjas harus bersatu untuk meluruskan konsep kemudian bersatu untuk mensosialisasikannya mulai dari dunia pendidikan yang sekolah mulai dari jenjang Sekolah Dasar, Menengah, hingga perguruan tinggi. semuanya harus bersatu untuk mencapai tujuan yang sama, maka dengan cara ini mungkin permasalahan ini bisa diatasi.
Dalam urusan sarana dan prasarana yang mendukung mata pelajaran penjas, peralatan yang dibutuhkan sebenarnya cukup banyak, oleh karena itu jika disekolah tidak ada atau kekurangan maka guru dituntut untuk memodifikasi pembelajaran.
























BAB III
PENUTUP

1)     Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
2)     Perencanan olahraga pendidikan di lingkungan sekolah adalah a. Pilih  cabang  olahraga  yang  dikenal  dan  digemari  masyarakat  sekolah. b. Berikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat dalam olahraga. c. Mengenali dan menyiapkan materi yang dibutuhkan.
3)     Isu-isu kritis manajemen organisasi pendidikan jasmani olahraga kesehatan dan rekreasi yang berkembang pada saat ini adalah mengenai guru Penjas disekolah, Isu Program Kurikulum Pendidikan Jasmani di SD, Isu Proses Pembelajaran Terpusat Pada Guru, Isu Ketidak Berhasilan Kurikulum Pendidikan Jasmani, Isu Kondisi Pendidikan Jasmani Saat Ini.
4)     Implementasi pengembangan olahraga pendidikan. Pendidikan olahraga merupakan salah alat untuk menumbuhkembangkan potensi peserta didik secara optimal, baik pengembangan aspek jasmni maupun aspek rohani sehingga diharapkan akan melahirkan generasi yang dapat diandalkan. Untuk mencapai tujuan tersebut kiranya ada beberapa pihak terkait yang mesti kita optimalkan, diantaranya: pemerintah daerah, sekolah, lembaga pendidikan (Fakultas Ilmu Keolahragaan).




DAFTAR PUSTAKA

Bucher, Charles A., and Krotee, Marc L., Management of Physical Education and Sport, McGraw-Hill, Boston, 2002.

Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Pola Dasar Pembangunan Olahraga, Kantor Menpora, Jakarta, 1994.

http://marufulkahri.blogspot.co.id/2016/09/masalah-pendidikan-jasmani-saat-ini.html

http://sawfadise.blogspot.co.id/2015/06/permasalahan-guru-penjas-di-sekolah-dan.html





ISU-ISU KRITIS MANAJEMEN ORGANISASI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

ISU-ISU KRITIS MANAJEMEN ORGANISASI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA BAB I PENDAHULUAN 1.     Latarbelakang Masalah Kemampu...